Selasa, 10 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya

Dalam sejarah perkembangan mahzab dan aliran yang tumbuh untuk menginterpretasikan ajaran Islam, tasawuf-lah yang paling gencar mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Bermacam-macam kritik yang tajam dan acapkali sampai melampaui batas, oleh karena lebih banyak didorong sikap emosional ketimbang upaya rasional.

Tulisan ini mencoba mendudukan persoalan tersebut pada proporsi yang sebenarnya. Kemudian terserah pembaca budiman sendiri untuk menarik kesimpulan, setelah secara jernih mengamati pembelaan argumentatif tentang tasawuf dan ahli sufi, pembenaran yang sering diputarbalikkan oleh lawan-lawannya dan terutama hanya melihat aspek negative dan ekses.

Dan kenyataan memang, masalah sufisme ini tetap merupakan bahan studi yang cukup menarik dan perlu terus diungkapkan perbendaharaannya sarat dengan pesan-pesan spiritual sangat bermutu, khususnya bagi pembangunan mental dan budi pekerti dalam hati dan jiwa yang dewasa ini sudah mulai kabur dan suram dalam menghadapi globalisasi disegala bidang yang serba bendawi.

Sumber Tasawuf Islam :
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab Shahih meriwayatkan : dari sahabat ‘Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, dan jika engkau tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Hakekat dan tujuan tasawuf :
Khidmat mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan penuh tulus dan ikhlas, menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segalah pantangan dan laranganNya.

Zuhud, Wara’, Mujahada, Riyadhah dan lainnya, semua itu adalah semata prasarana yang sangat dibutuhkan untuk sampai ketaraf ihsan sebagai tahap ibadah yang tertinggi.

Bagi ahli sufi, ikrar dan janji yang diucapkan disaat tegak berdiri menghadap Tuhannya bukanlah kalimat-kalimat yang tak bermakna. Yang hilang bersama lenyapnya suara bunyi yang timbul dari lisan. Tapi, kalimat-kalimat itu adalah janji yang harus ditepati, seperti dalam teks pembukaan Sholat : “Inna sholati waa Nusukii waa Mahyaaya, waa Mamaati Lillaahi Rabbil ‘alaamiin. (Sesungguhnya sholatku dan pengabdianku, hidupku dan matiku semata bagi Allah pemelihara alam semesta).
Disamping menjalankan ibadah badaniah (sholat, haji dll) ataupun ibadah Maaliah (Zakat, Infaq, Sodaqoh) atau ibadah ijtimaiyah (mengantar jenazah, pengajian dll), para ahli sufi juga mengutamakan zikir (menyebut asma’ Allah), istighfar (mohon ampunan), munajat (mohon keselamatan), ‘Uzla (menyendiri) dan khalwah (memisahkan diri), hal itu selaras dengan firmanNya :
“Wadzkurisma rabbika waa tabattal ilaihi tabtiila”
(Dan sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadaNya, dengan sungguh-sungguh ibadah.”
“Wadzkur rabbaka fii nafsika tadharru’aw wakhufyataw waduunal jahri waa laa takun minal ghaafiliin
(dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendah diri takut dan tidak keras suara, waktu pagi dan petang. “Dan janganlah engkau menjadi orang yang lalai”).
“Orang yang menyeru Tuhan mereka diwaktu pagi dan petang semata-mata mengharapkan kerelaan Allah dan janganlah matamu berpaling dari mereka karena menghendaki perhiasan kehidupan yang indah ini” (AL KAhfi : 28)
Bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar