Sabtu, 28 Februari 2009

Cinta dan Racun

Tanamlah Cinta, maka anda akan memperoleh Kekayaan dan Kesuksesan

Racun bukanlah terletak pada secawan anggur, tapi terletak dalam pikiran dan sikap anda.

Segala problem di dunia ini menjadi ringan jika meninggalkan sifat irihati, cemburu, egois, sikap tidak pemaaf dan kecemasan.

Senin, 23 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian Terakhir)

PENUTUP

Tasawuf Islam adalah aliran pemikiran yang tumbuh untuk melaksankan ajaran Islam dengan konsekuensi-konsekuensi. Dan sarjana baratlah yang mulai pertama kali menuduhnya sebagai penyimpangan dari ajaran-ajaran Islam murni.

Ahli tasawuf sepanjang sejarah Islam adalah golongan yang memegang pimpinan masyarakat ramai yang luas sekali pengaruhnya. Mereka yang paling berjasa dalam berdakwah menyebarkan panji jihad dan dengan menghadapi raja tiran yang kesemuanya itu membuat irihati, lalu melancarkan permusuhan dan tantangan yang tiada henti-hentinya. Sebagai aliran yang luas tersebar maka tidak mustahil disusupi oleh unsur lain yang menimbulkan ekses. Para sufi sangat besar jasanya dalam menyumbangkan karya dan hasil pemikiran dalam bidang ilmu jiwa dan ajaran moral (akhlak). Sehingga pengalaman mereka merupakan perbendaharaan yang pantas untuk dibanggakan. (Selesai)

Minggu, 22 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 9)

AHLI SUFI DALAM SOROTAN

Ahli sufi terutama para tokohnya adalah kelompok yang paling banyak disoroti dan diteliti tiap gerak dan langkahnya. Sudah tentu lawan tasawuf tidak melihat dan menilai kecuali sisi negatifnya saja. Para sufi adalah manusia biasa juga yang tidak luput dari segala kekhilafan.
Demikian tajam dan kerasnya penilaian dan sorotan terhadap ahli sufi, sehingga pernah ada penulis muslim yang membuat perbandingan antara Rasulullah dengan 22 tokoh sufi dari zaman ke zaman. Telah dilukiskan seolah-olah ahli sufi itu penegak ajaran yang patut disejajarkan dengan Rasulullah. Dengan kata lain ada anggapan bahwa sufi itu diperbandingkan dengan Nabi.
Dan adanya asumsi salah itu kemudian kesalahan ditimpahkan kepada ahli sufi. Mereka menggugat seolah-olah semua tuduhan itu memang benar dan bersumber dari tasawuf dan ahli sufi sendiri, oleh karena itu perlu dimintai pertanggung jawabannya.

Mengapa misalnya orang tidak minta pertanggung jawaban kepada penyimpangan yang nyata dan tanpa sumber jelas terhadap kelompok-kelompok lain yang juga tidak luput dari kekhilafan. Bukan pada alamat yang tepat jika tasawuf dan ahli sufi yang berjalan di atas al Qur’an dan As Sunnah itu disebut sebagai sempalan penyimpangan ajaran ilahi.

Kecuali tentu bila ahli sufi yang harus digugat itu disebutkan bentuk penyelewengannya dan diluruskan bahwa penyimpangan itu karena sudah nyata kontras dengan ajaran Islam. Barangkali kritik itu bisa dipahami. Apalagi dengan mempelajari ciri khas golongan atau kelompok yang menyimpang. Lawan-lawan tasawuf yang apriori dalam mengulas hal tersebut acapkali terjebak dalam sikap dan pendirian yang terpengaruh oleh emosi. Memang seringkali meninggalkan sifat jujur dan jernih, sekalipun kadang untuk menutupi itu bukan untuk membalas. Dengan metode menyalahkan tanpa disertai bukti dan fakta dan sikap menang sendiri dan dengan cara selektif dalam mengambil rujukan misalnya hadits-hadits yang dipahami secara tekstual dan hanya cocok dengan pikirannya sendiri, serta menolak mentah-mentah mana yang tidak menguntungkan.
Sehingga analisis dan tanggapan mereka itu acapkali penuh dengan kontradiksi dan diluar norma dan kaedah ilmiah. Sedang tasawuf sebagai aliran pemikiran Islam yang menyangkut aqidah dan kepercataan muslim, seharusnya dibahas dengan jujur dan mendudukan tiap persoalana pada tempat yang wajar dan proporsional dan semestinya.

Ibnu Taimiyah rahimallahu pernah mengatakan dalam salah satu bukunya : “para ahli sufi adalah sekelompok yang juga berijtihad dalam (upaya) menaati Allah SWT, sebagaimana ijtihad yang lain. Maka diantara mereka ada yang mendahului pendahulunya, atas kadar ijtihadnya. Dan diantaranya pula ada yang berijtihad namun keliru, maka ada juga yang bersalah kemudian menyesal (bertaubat) dan atau ada pula yang tidak bertaubat”
(Bersambung...)

Sabtu, 21 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 8)

SYARIAT DAN HAKIKAT
Dua kalimat yang sering terpakai dalam dunia tasawuf dan sering pula menimbulkan perdebatan yang tak habis-habisnya ialah syariat dan hakikat. Syariat adalah peraturan agama (diturunkan oleh Allah SWT kepada RasulNYA untuk dilaksanakan) yang bertalian dengan ibadah dan lainnya, yang diuraikan dan menjadi pembahasan dalam ilmu fiqh, bagi ahli sufi, syariah itu bukan sekedar tata cara dan peraturan belaka. Akan tetapi mereka melihat dan meniliknya dari segi yang lebih memantapkan dan mematrikan hukum itu dalam jiwa dan hati, sepintas lalu seolah-olah pandangan itu menyimpang dari ketentuan dan formalitas yang sudah ditetapkan oleh ilmu syariat atau fiqih.

Padahal bukan demikian adanya, ahli sufi berusaha mendalami agama yang terkandung dibalik syariah dari pada rahasia dan hikmahnya untuk menyempurnakan faedah dan kebaikannya kepada Allah. Sebab itu ulasan-ulasan ahli sufi terhadap ibadah, apakah berbeda nadanya dengan ahli fiqh?
Sebagai contoh : ahli sufi dalam mengulas dan membahas maslah Bab Sholat, tidak seperti biasanya ahli-ahli fiqh (dengan ahkam sholatnya) semata, tapi rahasia (asrar) sholat. Sebab dalam ungkapan terdapat soal-soal yang mudah seorang muslim yang membaca firman ilahi dalam al-Qur’an.
“Dialah yang awal dan yang akhir yang dhodir dan yang batin dan ia mengetahui tiap sesuatu. Dan kepunyaan Allah timur dan barat, kemana saja kalian menghadap, maka disitulah Allah berada.”
Maka seorang sufi tidak menambah suatu bila ia berkeyakinan dengan bulat, bahwa Allah itu azali dan abadi serta qodim bighairi makan wa zaman, mengetahui segalah sesuatu yang tidak ada yang lepas dari pengetahuanNya. Dan bahwa wujud yang sebenarnya adalah wujud Allah. Ia lebih dekat kepada manusia dari dirinya sendiri, karena ia ada di semua tempat, dan kepadaNYA segenap makhluk menyembah dan memuji.

Dan tidak ada satupun melainkan berbakti dengan memujiNYA, tetap kamu tidak mengerti cara menyucikan, bertasbih.
Contoh lain adalah kisah Musa dan Khidir a.s. yang terdapat dalam surat Al Kahfi ayat 60-82. Seorang muslim yang berbakat tasawuf dan gemar membahas tentang hikmah rahasia sesuatu, akan cukup menjumpai di sana dasar-dasar tasawuf.
Al-Qur’an membuka pintu kehidupan rohani bagi seorang muslim namun tidak menutup rapat-rapat kehidupan jasmani dan hajat hidup duniawi, dengan meninggalkan amalan usaha dan ikhtiar memutuskan hubungan dengan dunia dan alam sekeliling.
“Dan pergunakanlah kesempatan dalam karunia yang diberikan Allah kepadamu itu untuk (keselamatan) kampung akhirat, namun janganlah kamu abaikan kehidupan duniawimu. Dan berbuatlah kebajikan (kepada sesamanya), sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. Lagipula janganlah kamu berbuat onar di muka bumi, karena Allah tidak menyukai orang yang gemar berbuat onar.” (Q.S 28:27)

Dengan demikian kehidupan rohani dalam Islam berjalan dalam garis tujuan dan kepentingan hidup manusiawi secara keseluruhannya. Dan dalam sejarah Islam sudah dikenal kelompok-kelompok rohaniawan yang memusatkan minat perhatiannya kepada aspek rohaniah semata-mata. Di zaman Nabi, yakni ahlusuffah dan kelompok sufi sesudah itu ada pula yang menekuni diri sebagai ahli fiqih di zaman Nabi, dan ada juga kelompok-kelompok lain. Maka semua itu tidak lain adalah bidang takhassus (spesialisasi). Dan itu bukan berarti usaha untuk melumpuhkan tuntunan dan pola hidup yang pokok dan esensial.
Bertakhassus (spesialisasi) dalam jurusan ilmu kedokteran saja misalnya tidak boleh dipandang melumpuhkan jurusan ilmu lainnya yang sama penting dalam menumpahkan seluruh minat dan bakat kepada satu jurusan. Dan satu segi kehidupan, tidak dapat diingkari atau disanggah, karena hal itu merupakan jalan untuk menempatkan segala bakat dan keahlian yang terpendam dalam diri manusia. Dan bakat yang berbeda-beda dan tidak mungkin dicapai hanya oleh seorang saja. Tidak mungkin tiap orang menjadi ahli sufi sejati. Dan tidak semua orang dapat dipaksakan selama manusia tetap berbeda bakat dan pembawaannya baik fisik maupun spiritual.

Sebagai ilustrasi, kalau semua orang menjadi petinju akan rusak kehidupan dalam masyarakat manusia ini, namun olahraga tinju harus ada dan sudah tentu ada pula ahli-ahlinya yang akan mengisi bidang itu, tentu bukan sembarang orang yang akan menggelutinya.

Kamis, 19 Februari 2009

Kelemahan Umat Islam

From: sawidji_kurniawan
To: pengusaha-muslim@yahoogroups.com
Sent: Thursday, February 19, 2009 8:18
Subject: [pengusaha-muslim] Tarbiyah wa tazkiyah

Assalamualaikum....,Bismillahirrohmanirrohim, Allahuma Sholli wa Salim alaih...Seorang guru wanita sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepadamurid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinyaada kapur, di tangan kanannya ada pemadam. Guru itu berkata, "Sayaada satu permainan... Caranya begini, ditangan kiri saya ada kapur,di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, makaberserulah "Kapur!", jika saya angkat pemadam ini, maka katalah "Pemadam!"Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru berganti-gantianmengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakincepat. Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, "Baik sekarangperhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah "Pemadam!", jikasaya angkat pemadam, maka katakanlah "Kapur!". Dan diulangkan sepertitadi, tentu saja murid-murid tadi keliru dan kikuk, dan sangat sukaruntuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidaklagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti.Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Murid-murid, begitulahkita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil.Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh kitamemaksakan kepada kita dengan berbagai cara, untuk menukarkansesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tamamungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terusdisosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnyalambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapatmengikutinya. Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik danmenukar nilai dan etika."Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang aneh,Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yanglumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaandan trend, hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yangwajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup danlain lain." "Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, andasedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dankemaksiatan. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Pahambu guru...""Baik permainan kedua..." begitu Guru melanjutkan."Ibu Guru ada Qur'an, Ibu Guru akan letakkannya di tengah karpet. Sekaranganda berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranyamengambil Qur'an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?"Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, danlain-lain.Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan iaambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet ."Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. ..Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak anda dengan terang-terang...Karena tentu anda akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapuntak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akanmenggulung anda perlahan-lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sadar."Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibuat pondasi yangkuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yangkuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalaudimulai dgn pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akandikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satupersatu, baru rumah dihancurkan. ...""Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akanmenghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkananda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain,sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaranIslam dan mengikuti cara yang mereka... Dan itulah yang merekainginkan." "Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (PerangPemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita... ""Kenapa mereka tidak berani terang-terang menginjak-injak Ibu Guru?" tanyamurid- murid. "Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang,misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarangtidak lagi." "Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan,mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserangserentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru merekaakan sadar"."Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kitaberdoa dahulu sebelum pulang...." Matahari bersinar terik tatkalaanak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka denganpikiran masing-masing di kepalanya...RENUNGILAH SAHABAT SEMUA..TOLONG SEBARKAN PADA SAUDARA2 ISLAM KITA..SEMOGA ALLAH MEMBERI TAUFIQ DANHIDAYAH PADA KITA DAN KELUARGA KITA... MARILAH KITA SAMA2 SADAR BAHAWAAGAMA, BANGSA DAN TANAH AIR KITA SEMAKIN TERANCAM!UMAT ISLAM SEMAKIN MUDAH DIBELI DENGAN UANG, DILALAIKAN DENGANKEINDAHAN DAN MEMUJA KESERAKAHAN HIDUP, HINGGA HILANG MARTABAT DAN HARGADIRI!!UNTUK ITU, MARILAH, KITA BETULKAN APA YG KITA MAMPU BERSAMA2..JANGANHANYA BILA SEGALANYA SUDAH TERJADI, SAMA SEPERTI SAUDARA KITA DINEGARA2 LAINNYA, BARU KESADARAN ITU TIMBUL, MUNGKIN MASIH BELUMTERLAMBAT TAPI KITA MASIH BISA INSYA ALLAH MEMPERBAIKINYA. MULAI DARIDIRI KITA, KELUARGA KITA, KERABAT, SAHABAT DAN ORANG-ORANGDISEKELILING KITAYA ALLAH, SATUKANLAH UMAT ISLAM.. AMIIINN...Sebagai umat Islam yang bertanggungjawab, tolonglah forwardkan e-mailini kepada sahabat2 Islam kita yang lain. Semoga yang baik dijadikanteladan dan yang buruk dijadikan peringatan..ALLAHU A,lam!!!!AlhamdulillahWassalam,

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 7)

PERKEMBANGAN TASAWUF ISLAM

Dari uraian terdahulu kiranya sudah jelas, bahwa tasawuf bukan jiplakan atau saduran dari luar baik hindu, nasrani ataupun neplatonisme. Dan kalaupun ada ajaran lain yang menyusup masuk, seperti Al Hulul dan Wihdatul Wujud yang jelas sangat bertentangan dengan tauhid sebagai pokok pangkal dan titik tolak dari tasawuf Islam. Dan sudah pula dibantah dengan kerasnya oleh para ahli-ahli sufi itu sendiri.

Sementara itu karena pergeseran masa dan pergantian waktu, sufisme mengalami perkembangannya. Apalagi daerah kekuasaan Islam kian luas dengan hasil yang melimpah ruah, kehidupan dalam istana kian mencolok dan menimbulkan kesenjangan di mata rakyat, mungkar dan maksiat dilakukan di sana-sini secara terang-terangan. Sedang semua mulut dibungkam dan ditiadakan, kekerasan digelar demi kelanggengan kekuasaan menumpas siapa saja yang mencoba melawan dan berani menggugat atau beroposisi.

Dalam suasana yang demikian keras itu ahli sufi bergerak, memilih jalan dan dengan caranya sendiri dengan aasyiknya mereka masuk menghimpun kelompok (haloqoh) tampil sebagai wu’adz mengajak khalayak ramai kembali ke jalan Allah, sambil kader-kader mereka digembleng keuletan dan keikhlasannya.

Mereka memilih forum dan bergerak di tengah rakyat menantang arus yang kian deras dalam batas kesanggupan dan kemampuan yang ada. Dan di sengat udara gelap meliputi ‘alam islami, kezaliman, kolusi, birokrasi, manipulasi dan korupsi merajalela dimana-mana. Tiba-tiba muncul dari tengah-tengah keluarga Umayyah itu sendiri dan di luar dugaan dan perhitungan siapapun, seorang khalifah muda yang tampil memegang pimpinan.
Kemudian ia hanya ingat kepada Allah, dan lupa kepada diri sendiri dan mendadak sontak mengubah haluan dan dengan sekuat tenaga berusaha menyelamatkan ummat yang nyaris tenggelam.

Dialah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz, seorang sufi yang ketika mewarisi tahta sebagai khalifah segera menukar corak pemerintahannya sedemikian rupa. Dan corak pemerintahan yang sudah berwarna kisraniyah berubah kembali kepada khittah khulafaur rasyidin. Telah berhasil menggerakkan kembali semangat Islam yang sudah hampir layu dan sudah lama dikotori oleh nenek moyangnya selama bertahun-tahun. Mereka telah mencoreng sejarah hitam dengan mengumbar kekuasaan dan lupa daratan di zaman tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang biasa disebut khairul qurun.

Tasawuf sebagai aliran mulai tumbuh berakar, tiap kelompok diasuh dan dibimbing oleh mursyid dan tersebar di serluruh pelosok desa dan kota.
‘Ali Zainal ‘Abidin (Madinah), Hasan Al Basri (Basrah), Sa’id bin Al Musayyab (Baghdad), Ibrahim bin Adham (Khurasan), dan dari zaman ke zaman tasawuf berkembang meluasd merebut hati rakyat banyak. Dan tasawuf akan tetap hidup, sebab yang hendak dicapai adalah tujuan hidup yang sejalan dengan fitrah manusia.

Adakah Rasulullah SAW yang hidup ditengah-tengah para sahabat Muhajirin dan Anshar dengan segala kesetiaan mereka kepadanya. Dan apakah Rasulullah terutama pada pasxa era Madinah, dimana kehidupan kaum muslimin sudah jauh berbeda dan makin baik. Sehingga kedudukan beliau selaku pengemban ummat dengan mudahnya dapat memperoleh apapun yang dikehendaki. Bukankah cara hidup Rasulullah yang demikian sederhana dan meninggalkan kelezatan dan kenikmatan hidup walaupun Allah menghalalkan baginya? Apa arti semua itu? Bukankah ini zuhud dalam arti yang hakiki! Bukankah ini adalah aktivitas tasawuf. (Bersambung...)

Rabu, 18 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 6)

TASAWUF DAN BAGIAN-BAGIANNYA
Tasawuf dalam garis besarnya terbagi dalam dua bagian :
1. Yang menyangkut pendidikan mental dan jiwa untuk mencapai keluhuran serta kesempurnaan budi pekerti, dan dalam istilah ahli sufi disebut ilmu mu’amalah
2. Yang berkaitan dengan latihan rohani, ibadah dan cinta kepada Tuhan untuk memperoleh ilham dan kasyaf batini.
Bagian pertama dari ajaran itu merupakan sumber inspirasi yang tak kunjung kering, bagi ilmu jiwa dan ilmu akhlaq. Bahkan tidak berlebih-lebihan bila dikatakan, bahwa golongan sufi adalah perintis jalan bagi kedua bidang tersebut.
Analisis yang demikian teliti dan cermat kepada nafsu dan ghorizah alias instink (naluri) manusia, serta ungkapan akan rahasia hati nurani dan jiwa merupakan hasil riset yang tidak ternilai harganya.
Adapun yang bertalian dengan ibadah, maka syarat pertamanya menguasai dan mendalami isi al-Qur’an dan as-Sunnah, dan bagian ini terbagi dalam empat tahap :
1. Tahap amaliah atau tahap tekun beribadah menunaikan kewajiban rutin, disamping kewajiban (Faroid), memperbanyak ibadah yang sunnah (nawafil) sejalan dengan hadis.
2. Tahap muraqobah dengan jalan mengawasi diri dari dorongan nafsu angkara dan menghiasinya dengan akhlaqul karimah untuk menyucikan hati.
3. Tahap mujahadah, melalui latihan yang berat (riyadhin-nafs) kekuatan ruh dimantapkan dan terus ditingkatkan. Sehingga terlepas dari belenggu yang mengikat dan bersih dari segala yang mengotorinya.
4. Tahap fana, dimana seorang sufi atau al-‘Arif Billah telah berhasil kepada tujuannya wushul dengan Dia dan jika itu sudah tercapai sampailah ia kepada istighroq yang merupakan puncak dari segala nikmat rohani, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits qudsi :“Allah SWT berfirman : AKU sediakan bagi hambah-hambahkKU yang sholeh apa yang tak pernah dilihat oleh mata, dan tak pernah didengar oleh telinga dan tak pernah terlintas oleh hati manusia”

Selasa, 17 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 5)


TASAWUF DI ZAMAN TABI’IN


Tabi’in adalah sebutan yang lazim bagi generasi yang hidup sesudah sahabat. Sedang angkatan berikutnya disebut tabi’ut tabi’in, kalau tasawuf di zaman sahabat hanya terlihat sebagai corak yang umum dan sederhana, sebagai konsekuensi aqidah, iman kepada Allah dan hari kemudian, maka tasawuf di zaman tabi’in dan tabi’ut tabi’in sudah mulai memperlihatkan diri dan identitasnya. Tokoh-tokoh tasawuf yang masyhur kala itu seperti : Hasan Al Bashri, Sufyan Al Tasauri, Uwais Al Qarni, Malik Ibnu Dinar, Ibrahim bin Adham dan lain-lain

Mereka itu perintis jalan dan di masa itu pula mereka menyebarluaskan ajarannya kepada khalayak ramai , sebagai konsekuensi logis terhadap kehidupan serba mewah yang berlebih-lebihan dan nilai-nilai agama yang dikesampingkan. Ajarannya lebih banyak dititik beratkan pada hikmah rahasianya.

Dan sebagai contoh yang dapat dikemukakan di sini tentang ibadah puasa yang oleh ahli sufi dibagi dalam tiga tingkat :
1. Puasa awam, sekedar menahan diri dari makan dan minum dan segalah yang membatalkan sejak fajar hingga metahari terbenam dengan segalah syarat seperti yang diterangkan dalam ilmu fiqih.
2. Puasa Khawwas, selain dengan cara tersebut di atas, maka seluruh anggota badan berpuasa juga dengan menahan berbuat maksiat, mengekang lidah dari kata-kata yang kurang baik dan keji, dusta, mengumpat serta memfitnah.
3. Puasa khawasul khawwas, disamping tersebut di atas juga membersihkan diri, mengikhlaskan diri, mensucihkan hati dari yang dapat merusak niat. Jika tujuan, harapan dan niat puasa berpaling dari selain Allah, maka dianggap puasanya sudah tidak berharga lagi.

Kalu ahli fiqih menilai suatu amalan ibadah dari segi syarat, hukum, sah dan batalnya atau semata-mata dari aspek kaidah-kaidah lahiriyahnya dengan dalil kitab, sunnah, ijma’ dan qiyas, maka ahli sufi menilainya dari perspektif hakikah (hakikat) dan hikmah disertai dengan dalil dan alasan yang kuat lagi shahih. Dan sekali-kali bukan berarti bahwa tasawuf mengada-adakan garis perbedaan dantara syariah dan hakikah. Atau istilah lain, syariah itu diperlukan bagi golongan awam dan hakikah bagi golongan khawwas.

Tapi pandangan itu berdasarkan kenyataan bahwa manusia tidak semua setingkat dalam keahlian, ilmu dan iman. Masing-masing tidak dapat menjangkau batas kemampuan dan kesanggupannya walaupun semua ilmu harus dipelajari dan setiap orang harus meningkatkan diri ketaraf yang lebih tinggi dengan tujuan akhir mema’rifati Allah SWT.
Adapun hakikat menurut bahasa adalah pecahan dari kalimat haq yang berarti benar atau kebenaran. Sedang menurut istilah ahli sufi, ilmu hakikat adalah ilmu untuk mencari kebenaran hakiki. Sedang haq itu tidak lain adalah Allah SWT, pokok dari kebenaran sejati.

Hakikat itu baru dapat dicapai sesudah orang memperoleh ma’rifat yang sebenarnya, yaitu pengetahuan yang meyakinkan kepada Allah baik namaNYA maupun sifatNYA.

Ahli sunnah mengemukakan atau mengartikan bahwa ma’rifat itu hanya dicapai dengan jalan sungguh-sungguh kepada Qur’an dan Sunnah. Atau dengan perkataan lain ma’rifat harus diperoleh dengan jalan dzouq (intuisi). Usaha-usaha luar yang hanya dapat bersandarkan kepada syar’i belum dapat menuju ma’rifat kalau jiwa tetap kotor dibelenggu oleh syahwat yang rendah. Hati masih tidak bersih dari niat yang kurang ikhlas.

Dengan demikian tidak ada perbedaan antara syariah dan hakikah melainkan seperti perbedaan antara kalimat dengan artinya. Keduanya saling eisi-mengisi seperti yang dilukiskan oleh seorang sufi : Syari’ah itu pohon dan hakikah itu buahnya.
Karena itu seseorang belum behak memperoleh gelar sufi sebelum mengenal syari’ah dengan lengkap dan sempurna, serta mengerti Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Ada suatu ungkapan yang agak sarkastis mengenai hal tersebut, bahwa betapa mereka yang mencoba mengarungi dunia kesufian ini, jika tidak dibekali dengan ilmu agama yang kuat (fiqih), maka akan menjerumuskannya jadi orang sekuler. Siapapun yang mencoba bersufi tanpa mengetahui ilmu inti (fiqih dan hukum), niscaya ia sia-sia dan jadi sekuler alias zindiq.

Imam Sahl Attusturi, tokoh tasawuf yang terkenal berkata : “prinsip-prinsip thariqah kami ada tujuh: memegang teguh kitabullah (Al-Qur’an), mengikuti As-Sunnah, makan santapan halal, menepis gangguan, menghindari maksiat, senantiasa dalam taubat dan berjalan dalam kebenaran” (Bersambung…)

Minggu, 15 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 4)

TASAWUF DI ZAMAN SAHABAT

Zuhud, ‘Uzlah, Fana dan wara’ adalah yang menjadi tema pokok dari ajaran tasawuf. Perlu ditegaskan bahwa tasawuf di zaman Rasulullah tidak lain dari Islam itu sendiri sebagai aqidah dan syaria’ah. Tiap mukmin yang hakiki adalah seorang sufi dalam batas-batas yang wajar.

Para sahabat Nabi berhasil menumbangkan dua kekuatan rakasasa Romawi dan Parsi, kemudian tampil ke tampuk pimpinan dunia, sekali-kali bukan karena didukung oleh keunggulan alat dan perlengkapan material yang lebih sempurna. Melainkan karena aqidah, nilai akhlaq dan falsafah hidup yang tidak terlampau menitik beratkan kepada perhitungan laba rugi yang bersifat duniawi, dan kepentingan individu.

Harapan akan kampung akhirat, keridhoan ilahi itulah faktor yang menyebabkan sukses dan kemenangan gilang-gemilang yang diperoleh para sahabat Nabi. Sufi yang ideal itu adalah laksana penunggang kuda yang tangkas disiang hari dan ibarat rahib yang tekun di malam hari.
Memang seorang sufi yang sejati tidak lain adalah seorang pejuang yang siap berkorban dengan jiwa raga dan harta untuk agama, bangsa dan kebenaran.
Abu Bakar As-Shiddiq r.a. khalifah pertama adalah seorang yang tidak pernah absen dalam medan jihad menumpas para pemberontak (dalam peristiwa riddah), juga seorang yang gigih dalam beribadah , tekun membaca al-Qur’an di malam hari sehingga pernah kaum musyrikin datang meminta kepada Nabi agar melarangnya membaca (Qur’an) karena nada suaranya yang diselingi oleh sedu-sedan dan ratap tangis yang sangat memilukan hati, mempengaruhi siapapun yang menyimaknya.
‘Umar bin Khattab r.a. khalifah kedua dan dimasa khilafahnya runtuhlah kerajaan Romawi dan Parsi dan seluruh perbendaharaan Kisra dan Kaisar jatuh ke tangannya. Toh beliau tak tergoda dengan glamour kehidupan duniawi dan bendawi, justru beliaulah yang berbaju tambalan. Sebagai khalifah yang berkuasa penuh ia hidup dengan zuhud. Wara’, cukup memakan roti kering bercampur air tawar. Tidur bertilam tikar yang dibuat dari pelepah kurma. Disini letak kebesaran dan keagungan pribadinya, dan itulah rahasia segala sukses yang dicapainya.
Bersambung.....

Sabtu, 14 Februari 2009

Masakan Ayam Favorit (cocok untuk usaha)

Contoh Analisis Usaha Ayam Bakar
a. Asumsi
Dalam analisis usaha ayam bakar, digunakan beberapa asumsi sebagai berikut :
1. Analisis usaha dihitung perbulan
2. Usaha dilakukan di kios kecil
3. Peralatan dipakai maksimum 3 tahun (Investasi disusutkan selama 36 bulan)
4. Satu ekor karkas ayam (ukuran kecil) dipotong menjadi 4 bagian (4 porsi)
5. Penjualan perhari 40 porsi (10 ekor ayam)
6. Harga juar perporsi (1 potong ayam, nasi, sambal dan lalapan) Rp. 12.000.-
b. Biaya Investasi
1. Meja dan kursi Rp 2.000.000
2. Kompor Rp 300.000
3. Tabung gas Rp 800.000
4. Alat pembakaran Rp 200.000
5. Peralatan masak Rp 500.000
6. Peralatan makan Rp 700.000
Total biaya investasi Rp 4.500.000
c. Biaya Tetap
1. Tenaga kerja (2 orang) Rp 1.000.000
2. Sewa tempat Rp 500.000
3. Penyusutan peralatan Rp 125.000
4. Listrik dan air Rp 250.000
Total biaya tetap Rp 1.875.000
d. Biaya Variabel
1. Pembelian ayam (Rp 18.000 x 10 ekor x 30 hari) Rp 5.400.000
2. Pembelian bumbu-bumbu (Rp 15.000 x 30 hari) Rp 450.000
3. Pembelian bahan sambal(Rp 10.000 x 30 hari) Rp 300.000
4. Pembelian lalapan (Rp 15.000 x 30 hari) Rp 450.000
5. Bahan baku nasi (Rp 1.000 x 40 porsi x 30 hari) Rp 1.200.000
6. Bahan bakar gas dan arang Rp 250.000
Total biaya variable Rp 8.050.000
e. Total Biaya Operasional
Biaya operasional = Total biaya tetap + Total biaya variable
= Rp 1.875.000 + Rp 8.050.000
= Rp 9.925.000
f. Pendapatan
Pendapatan = Rp 112.000 x 40 porsi x 30 hari
= 14.400.000
g. Keuntungan
Keuntungan = Pendapatan – Biaya operasional
= Rp 14.400.000 – Rp 9.925.000
= Rp 4.475.000
h. Analisis Kelayakan Usaha
1. Revenue Cost Ratio (R/C)
R/C = (Pendapatan : Total Biaya)
= Rp 14.400.000 : Rp 9.925.000
= 1,45
Artinya, dari setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 100 akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 145. Dengan demikian usaha ini sangat layak untuk dilakukan.
2. Pay Back Period (PBP)
PBP = (Total Biaya Investasi : Keuntungan) x 1 bulan
= (Rp 4.500.000 : Rp 4.475.000) x x1 bulan
= 1,005 bulan = 1 bulan
Artinya, biaya investasi sudah akan kembali dalam waktu kurang lebih 1 bulan.

S A P A

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Pembaca Budiman,
Sesekali tengoklah berbagai museum yang ada di negeri ini. Lihatlah dan cermati, apa yang dituturkan sejarah resmi negeri ini tentang umat Islam? Museum ABRI Satria Mandala, Museum Nasional (Monas), mengabarkan kepada kita jika umat Islam Indonesia merupakan umat yang suka berontak kepada NKRI, tidak beda dengan gerakan separatis dan teroris. Museum Gajah yang menyimpan ribuan benda-benda bersejarah negeri ini juga menyembunyikan fakta sejarah jika peradaban Islam telah banyak menghiasai negeri ini, bersama-sama dengan peradaban Hindu-Budha.


Begitu banyak kiprah umat Islam negeri ini yang disembunyikan ke dalam pojok-pojok gelap sejarah. Tak tersentuh dan dibiarkan menghilang sejalan dengan memori bangsa ini yang memang teramat singkat.


Gerakan reformasi yang melahirkan banyak partai Islam dan keterbukaan, ternyata sama sekali tak tertarik untuk menyingkap gelapnya tirai sejarah umat Islam Indonesia.


Adakah konspirasi untuk menghilangkan kiprah umat Islam di Nusantara dari memori kolektif bangsa?

Wallahu ‘alam


Jumat, 13 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 3)

RASULULLAH DAN KEHIDUPAN SUFI
Sebelum masa menjelang awal risalahnya, dengan asyik Rasulullah berkhalwat demi mengasingkan diri dari masyarakat ramai, hanyut dalam tafakkur dan renungan, menerawang alam tinggi. Makin hari bertambah kesucian jiwanya, kian meningkat kehidupan ruhani yang sedikitpun tidak dicampuri oleh kenikmatan dan kesenangan dunia. Cukup hanya dengan beberapa biji kurma, sekedar menahan rasa lapar dan dahaga, karena segenap jiwa dan hati nuraninya tertumpah kepada apa yang dibalik alam syahadah ini, membumbung tinggi menjelajahi alam malakut.
Dan setelah beliau bangkit menjadi utusan Allah, maka kehidupan sufi itu tetap menjadi corak dan ciri khasnya, yaitu : zuhud, wara’, muraqobah dan tekun beribadah, semua itu jelas terlihat baik dalam kehidupan beliau dalam rumah tangganya maupun dalam masyarakaat dan pergaulan bersama.
Renungkanlah beberapa hadits di bawah ini :
“Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian tertawa sedikit, dan akan menangis sebanyak-banyaknya dan sejak kamu keluar menuju dataran tinggi berseru dengan suara melolong.” (HR. Attirmidzi)
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW tegak berdiri shalat malam sehingga bengkak kedua telapak kakinya. ‘Aisyah bertanya kepadanya : “Mengapa anda berbuat begitu rupa, sedangkan Allah telah mengampuni segalah dosa Anda yang telah lalu maupun yang akan datang.” Maka beliau menjawab : “Tidakkah patut aku menjadi hamba yang bersyukur kepada-Nya.” (HR. Bukhari Muslim)
Umar bin Khattab r.a. pernah masuk menemui Rasulullah SAW maka dilihat olehnya : beliau sedang berbaring di atas sebuah tikar hingga membekas pada pinggangnya. Maka ‘Umar pun terharu seraya menangis. Maka Rasulullah SAW bertanya : “Apa yang kau tangiskan hai ‘Umar? ‘Umar pun menjawab : “Saya melihat Raja Romawi dan Parsi bergelimang dalam pakaian yang serba sutera, sedangkan Anda di atas tikar biasa.” Maka maralah beliau dan berkata : “Apakah engkau menyukai cara hidup kekaisaran (seperti Romawi dan Parsi) hai ‘Umar!” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Diriwayatkan oleh ‘Urwah dari ‘Aisyah r.a. bahwa ummul Mukminin pernah berkata kepadanya : “Demi Allah wahai kemenakan saya. Saya kadang menyaksikan bulan sabit naik tiga kali, dan saya tidak melihat nyala api sama sekali (artinya : tidak ada orang memasak) di dalam rumah tangga Rasulillah SAW. Maka saya (‘Urwah) berkata : “Hai Bibi saya, apakah gerangan yang Anda santap (bersama Nabi SAW)?” Maka dijawabnya : “Kami hanya makan dua hitam (air dan kurma).” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berupa sunnah amaliyah dan qauliyah yang bernafaskan tasawuf itulah yang menjadi pegangan al-‘Arifin Billah atau dengan kata lain : iman kepada Allah pokok pangkal dan titik tolak ajaran tasawuf. Taqwa kepada Allah sebagai jalan, qur’an dan Sunnah sebagai sumber kehidupan, Rasulullah menjadi suri tauladan.
Dari kandungan islam, tasawuf lahir dan berkembang, dan di bawah naungannya hidup dengan subur sebagai aliran. Oleh karena itu tasawuf bukan plagiat dari Barat dan Timur. Dan kalaupun orang menyanggah tasawuf dengan dalil yang sempit, hanya karena kalimat tasawuf tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka hendaknya orang mengetahui bahwa tasawuf adalah cara atau wasilah, bukan tujuan atau ghayah.
Baik buruknya cara/wasilah itu bergantung kepada maksud tujuan yang hendak dicapai.
(bersambung...)

Kamis, 12 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya (Bagian 2)

Mereka yang beribadah siang dan malam menurut para ahli tafsir tidak lain adalah ahli Shuffah. Yaitu sekelompok sahabat Nabi pilihan. Sekeliling mereka memang hampa dari segala kehidupan bendawi, namun jiwa dan nurani mereka penuh iman dan cinta kasih Allah. Kepada mereka Allah memerintahkan bersabar. Dan ahli Shuffah itulah sebenarnya angkatan pertama, yang belakangan gaya hidup mereka diteladani oleh ahli-ahli sufi dari zaman ke zaman.
Sungguhpun demikian, mereka yang antipati tasawuf, secara emosional menuduhnya sebagai ajaran campuran sintesis kepercayaan Hindu, Budha, Neoplatonisme dan Nasrani. Kiranya perlu ditegaskan, bahwa anggapan keliru terhadap tasawuf sebagai aliran yang bukan bersumberkan dan tidak dijiwai oleh semangat Islam, mula-mula dilontarkan pengamat Barat. Dari asumsi inilah kemudian timbul ungkapan dan pandangan yang simpang siur itu. Dan tak jarang belakangan asumsi itu dikutip dan sekaligus diakui keabsahannya oleh penulis kita sendiri sebagai suatu sumber yang shahih untuk mematahkan eksistensi sufisme.
Sehingga secara tidak langsung, mereka (sebagian muslim yang kagum terhadap pendapat orientalisme) telah mendukung untuk menyebarluaskan asumsi keliru itu secara besar-besaran melalui karya-karya mereka berupa buku-buku. Dan sejak itu sebagian orang dengan semangat anti dan phobi menganggap tasawuf adalah bukan dari Islam, bahkan disebut tasawuf itu bagian dari mistikisme
Dalam skala lain, para pakar dari kalangan orientalisme telah menuduh bahwa Fiqih Islam misalnya, dikatakan bersumber dan merupakan jiplakan dari Undang-undang Romawi. Begitu pula akhirnya tasawuf Islam tidak pernah diakui oleh golongan itu sebagai aliran dan produk pemikiran yang bersumberkan Islam.

Karena begitu vulgar pemahaman mereka, sehingga tasawuf itu dipahami tidak melalui perspektif Islam yang benar. Namum sebaliknya dikaji dari aspek subyektivitas mereka yang lantas menghasilkan simpulan yang salah.
Padahal sesungguhnya bila ditilik dari perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, keberadaan tasawuf dan ahli sufi itu mempunyai benang merah dengan Islam dan ajaran-ajarannya secara mendasar.
(Bersambung…..)

Selasa, 10 Februari 2009

Tasawuf, Penentang dan Pendukungnya

Dalam sejarah perkembangan mahzab dan aliran yang tumbuh untuk menginterpretasikan ajaran Islam, tasawuf-lah yang paling gencar mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Bermacam-macam kritik yang tajam dan acapkali sampai melampaui batas, oleh karena lebih banyak didorong sikap emosional ketimbang upaya rasional.

Tulisan ini mencoba mendudukan persoalan tersebut pada proporsi yang sebenarnya. Kemudian terserah pembaca budiman sendiri untuk menarik kesimpulan, setelah secara jernih mengamati pembelaan argumentatif tentang tasawuf dan ahli sufi, pembenaran yang sering diputarbalikkan oleh lawan-lawannya dan terutama hanya melihat aspek negative dan ekses.

Dan kenyataan memang, masalah sufisme ini tetap merupakan bahan studi yang cukup menarik dan perlu terus diungkapkan perbendaharaannya sarat dengan pesan-pesan spiritual sangat bermutu, khususnya bagi pembangunan mental dan budi pekerti dalam hati dan jiwa yang dewasa ini sudah mulai kabur dan suram dalam menghadapi globalisasi disegala bidang yang serba bendawi.

Sumber Tasawuf Islam :
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab Shahih meriwayatkan : dari sahabat ‘Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, dan jika engkau tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Hakekat dan tujuan tasawuf :
Khidmat mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan penuh tulus dan ikhlas, menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segalah pantangan dan laranganNya.

Zuhud, Wara’, Mujahada, Riyadhah dan lainnya, semua itu adalah semata prasarana yang sangat dibutuhkan untuk sampai ketaraf ihsan sebagai tahap ibadah yang tertinggi.

Bagi ahli sufi, ikrar dan janji yang diucapkan disaat tegak berdiri menghadap Tuhannya bukanlah kalimat-kalimat yang tak bermakna. Yang hilang bersama lenyapnya suara bunyi yang timbul dari lisan. Tapi, kalimat-kalimat itu adalah janji yang harus ditepati, seperti dalam teks pembukaan Sholat : “Inna sholati waa Nusukii waa Mahyaaya, waa Mamaati Lillaahi Rabbil ‘alaamiin. (Sesungguhnya sholatku dan pengabdianku, hidupku dan matiku semata bagi Allah pemelihara alam semesta).
Disamping menjalankan ibadah badaniah (sholat, haji dll) ataupun ibadah Maaliah (Zakat, Infaq, Sodaqoh) atau ibadah ijtimaiyah (mengantar jenazah, pengajian dll), para ahli sufi juga mengutamakan zikir (menyebut asma’ Allah), istighfar (mohon ampunan), munajat (mohon keselamatan), ‘Uzla (menyendiri) dan khalwah (memisahkan diri), hal itu selaras dengan firmanNya :
“Wadzkurisma rabbika waa tabattal ilaihi tabtiila”
(Dan sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadaNya, dengan sungguh-sungguh ibadah.”
“Wadzkur rabbaka fii nafsika tadharru’aw wakhufyataw waduunal jahri waa laa takun minal ghaafiliin
(dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendah diri takut dan tidak keras suara, waktu pagi dan petang. “Dan janganlah engkau menjadi orang yang lalai”).
“Orang yang menyeru Tuhan mereka diwaktu pagi dan petang semata-mata mengharapkan kerelaan Allah dan janganlah matamu berpaling dari mereka karena menghendaki perhiasan kehidupan yang indah ini” (AL KAhfi : 28)
Bersambung......

Senin, 02 Februari 2009

Fase Madinah

622 Masehi :
16 september 622M bertepatan dengan tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun 1 Hijriyah merpukan babak awal perjuangan Nabi SAW dan para sahabatnya. Nabi SAW dan Abu Bakar ra sampai di Madinah di daerah Quba’ pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal 1 H. beliau tinggal di Quba’ selama 22 malam (menurut sebagian pendapat 4 hari, senin, selasa, rabu dan kamis). Pada hari jum’atnya beliau memasuki Yatsrib yang selanjutnya lebih dikenal dengan Madinah. Disitulah beliau bersama sahabatnya membangun masjid yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Quba’. Di Madinah inilah Rasulullah SAW mulai menyusun kekuatan untuk terus menyebarkan da’wah Islam. Diantara hal terpenting dalam pembinaan dan upaya menyusun kekuatan yang dilakukan oleh Nabi SAW adalah mengajak langsung para sahabatnya ke medan perang. Maka tercatat oleh para sejarahwan bahwa selama 10 tahun beliau SAW berada di Madinah telah terjadi sebanyak 27 Ghazwah dan 47 Sariyah (7-8 kali Ghazwah dan Sariyah setiap tahun). Maka hampir sebagian besar catatan nabi SAW berkisar pada kisah-kisah kepahlawanan kaum muslimin dalam berjihad Fi Sabilillah. Jika di Makkah konsentrasi Nabi SAW adalah pembinaan akidah dan memantapkan iman mereka akan kebenaran islam, maka di Madinah disamping hal-hal tersebut juga menitik beratkan pada aspek hukum dan ibadah. Ayat-ayat Al Qur’an yang turun lebih banyak yang bersifat perintah dan larangan.
Tahu ke-2 Hijriyah kiblat berpindah dari Palestina ke Makkah (Ka’bah)

623 Masehi :
1. Pengutusan Sariyah Hamzah ( Ramadhan 1 H) tujuannya adalah untuk mencegah kafilah unta Quraisy yang pulang dari Syam.
2. Pengutusan Sariyah Ubaidah bin Al Harits (Syawal 1 H)
3. Pengutusan pasukan Sa’ad bin Abi waqqas ke Al Kharrar (dzulqaidah 1H)
4. Terjadi perang Abwa (Shafar 2 H)
5. Terjadi perang Buwath (Rabi’ul Awwal 2 H)
6. Terjadi perang Safwan (Rabi’ul Awwal 2 H)
7. Terjadi perang Dzul Usairah (Jumadil Ula dan Jumadil Akhir 2 H)
8. Terjadi perang Waddan
9. Terjadi perang Badar Sughra
10 SariyahAbdullah bin Jahsyi (Rajab 2 H)
11.Terjadi perang Badar Kubra. Ini adalah perang besar yang pertama kali terjadi antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy, dengan jumlah 303 pasukan melawan ±1.000 kaum musyrikin (Ramadhan 2 H). kemenangan berada di pihak kaum muslimin. Pihak musuh ada 70 orang yang terbunuh, dinataranya Abu Jahal dan 70 orang lainnya tertawan, sedang kaum muslimin yang gugur sebanyak 14 orang.

624 Masehi :
1. Terjadi perang Qarqaratul Qudr (Awal Syawal 2H)
2. Disyrariatkannya shaum Ramadhan
3. Disayariatkannya dua sholat ‘Ied
4. Terjadi perang bani Qainuqa (akhir Syawal 2H)
5. Terjadi perang syawiq. Perang ini disebut syawiq karena ceceran gandum yang disebarkan oleh penduduk Madinah pinggiran. (Dzulhijjah 2 H)
6. Perang Dzi ammar, merupakan pasukan terbesar yang dipimpin oleh rasulullah SAW sbelum perang Uhud.
7. Terjadi eksekusi terhadap seorang yahudi bernama Ka’ab bin Al Asyraf (Rabi’ul Awwal 3 H)
8. Perang Buhran (Rabi’ul Awwal 3 H)
9. Pengiriman Sariyah Zaid bin Haritsah (jumadil Akhir 3 H)

625 Masehi :
1. Terjadi perang Uhud. Dalam perang ini kaum muslimin mengalami kekalahan akibat ketidak taatan pasukan panah kepada Rasulullah SAW. Ada sektar 70 orang pasukan kaum muslimin yang gugur, diantaranya Hamzah bin Abdul Muthallib, sedang dari pihak Musyrikun sebanyak 13 orang. (Syawal 3 H)
2. Terjadi perang Hamraul Asad, ini merupakan lanjutan dari perang Uhud. Rasulullah SAW berniat mengejar pasukan Abu Sufyan dan menteror mereka bahwa kaum muslimin akan datang dengan membawa satu pasukan besar untuk membalas “kekalahan” kaum muslimin saat di Uhud. Namun Abu Sufyan tak berani meladeni tantangan nabi SAW (Syawal 3 H)
3. Pengiriman Sariyah Bi’r Ma’unah. Dalam sariyah ini terjadi peristiwa tragis di Ar-Raji’ dan Bi’r Ma’unah. Seluruh sahabat yang diutus dibunuh termasuk Khubaib bin ‘Adi yang syahid di kayu salib
4. Beliau SAW menikahkan putrinya Ummu Kaltsum dangan Utsman bin Affan dan Rasulullah SAW juga menikahi Hafsah binti Umar bin Khaththab.
5. Terjadi perang melawan Bani Nadhir. Rasulullah dan kaum muslimin mengepung mereka setelah mereka berkhianat terhadap perjanjian antara mereka dan kaum muslimin. Mereka berencana membunuh Rasulullah SAW, namun Jibril datang memberitahukan akan hal itu. Pada tahun ini pula turun ayat mengenai haramnya khammer. (Rabi’ul Awwal 4 H)
6. Terjadi perang Najd, yaitu memerangi kaum Bani Tsa’lab dani Bani Muharib dari Ghatafan yang beradi dibawah pimpinan Du’tsur
7. Perang Badar kedua, bersama 1.500 pasukan beliau pergi ke Badar untuk menuntaskan pertempuran dengan quraisy pasca Uhud, namun setelah delapan hari mereka menunggu, pasukan Quraisy tak kunjung tiba, akhirnya mereka kembali ke Madinah.